Pasti sebagian kita pernah mengalami hal ini saat menghadapi orang yang berutang pada kita. Saat kita menagih utang, padahal ia mampu untuk melunasi, namun selalu dijawab, “Iya, nanti-nanti, bulan depan saja yah.” Ada yang ditelepon ketika ditagih, malah ia menyuruh anaknya yang “culun” untuk menjawab bahwa bapaknya tidak berada di rumah. Padahal sebenarnya bapaknya ada di rumah, namun karena ingin menghindari hutang, maka ia bohong seperti itu. Ia selalu mengundur terus padahal ia termasuk orang yang mampu untuk lunasi sesegera mungkin. Bahkan ada yang saking kurang ajarnya, tidak mau melunasi utangnya sama sekali. Itulah dapat kita kata bahwa ada yang jadi pembohong gara-gara utang.
Dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَانَ يَدْعُو فِى الصَّلاَةِ وَيَقُولُ « اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ » . فَقَالَ لَهُ قَائِلٌ مَا أَكْثَرَ مَا تَسْتَعِيذُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مِنَ الْمَغْرَمِ قَالَ « إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdo’a di dalam shalat: Allahumma inni a’udzu bika minal ma’tsami wal maghrom (Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan banyak hutang).” Lalu ada yang berkata kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kenapa engkau sering meminta perlindungan dari hutang?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Jika orang yang berhutang berkata, dia akan sering berdusta. Jika dia berjanji, dia akan mengingkari.” (HR. Bukhari no. 2397 dan Muslim no. 589).
Maksud do’a di atas adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta perlindung pada Allah dari dosa dan utang. Demikian kata Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim, 5: 79.
Ibnu Hajar Al Asqolani menerangkan, “Yang dimaksud dengan meminta perlindungan dari utang yaitu jangan sampai hidup sulit gara-gara terlilit utang. Atau maksudnya pula, meminta perlindungan pada Allah dari keadaan tidak mampu melunasi utang.”
Kata Ibnu Hajar pula, dalam Hasyiyah Ibnul Munir disebutkan bahwa hadits meminta perlindungan dari utang tidaklah bertolak belakang dengan hadits yang membicarakan tentang bolehnya berutang. Sedangkan yang dimaksud dengan meminta perlindungan adalah dari kesusahan saat berutang. Namun jika yang berutang itu mudah melunasinya, maka ia berarti telah dilindungi oleh Allah dari kesulitan dan ia pun melakukan sesuatu yang sifatnya boleh (mubah). Lihat Fathul Bari, 5: 61.
Al Muhallab mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat dalil tentang wajibnya memotong segala perantara yang menuju pada kemungkaran. Yang menunjukkan hal ini adalah do’a Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berlindung dari hutang dan hutang sendiri dapat mengantarkan pada dusta.” (Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, 12: 37).
Hanya Allah yang memberi taufik dan moga Allah membebaskan kita dari kesulitan saat berutang.
Referensi:
Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, Maktabah Syamilah.
Fathul Bari bi Syarh Shahih Al Bukhari, Ibnu Hajar Al Asqolani, terbitan Dar Thiybah, cetakan keempat, tahun 1432 H.
Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Abu Zakariya Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibni Hazm, cetakan pertama, tahun 1433 H.
—
Selesai disusun di pagi hari, 27 Syawal 1434 H @ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang-Gunungkidul
Artikel www.rumaysho.com
Silakan follow status kami via Twitter @RumayshoCom, FB Muhammad Abduh Tuasikal dan FB Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat